Pendidikan Masa Depan



PENDIDIKAN MASA DEPAN
FERDIAN HIDAYAT

Institut Agama Islam Negri Madura

Abstrak:
Paradigma baru pembelajaran kita pahami bersama, banyak pandangan yang memberikan arah baru terhadap proses dan dimensi-dimensi  pendidikan yang semakin  mendorong terjadinya  perubahan konsep  dan cara pandang terhadap eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir didalam memahami  lebih dalam persoalan persoalan pembelajaran. Dengan mengkaji paradigma alternatif pembelajaran ini para pendidik atau calon pendidik diharapkan dapat memandang suatu masalah, mengambil tindakan/keputusan yang terkait dengan pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi peserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran.
Kata Kunci: Paradigma Baru dan Pendidikan  masa depan

Abstract:
We understand the new learning paradigm together, there are many views that give new directions to the processes and dimensions of education that increasingly encourage changes in concepts and perspectives on the existence of learning so that they can be used as a framework for understanding more problems in learning problems. By studying the alternative paradigm of learning, educators or prospective educators are expected to be able to see a problem, take actions / decisions related to learning wisely so that efforts to develop the potential of students as an estuary of all learning activities.
Pendahuluan
            Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari tergantung pada pendidikan yang dicapai anak-anak sekarang. Melalui pendidikan baik yang bersifat formal ataupun non formal anak didik akan mengalami suatu proses perubahan dalam dirinya baik dalam pengetahuan ataupun dalam kelakuan.
            Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Pendidikan sendiri ialah suatu usaha untuk membantu peserta didik dalam usaha mengembangkan dan menitikberatkan pada kemampuan pengetahuan, kecakapan nilai sikap serta pola tingkah laku yang berguna bagi hidupnya. Adapun tujuan dari pendidikan dalam sekolah yaitu menghasilkan siswa-siswa yang bermutu dan berprestasi.

Pembahasan
Tantangan-tantangan dalam abad 21
Jacques Delors selaku Ketua Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad 21 dari Persekutuan Bangsa-Bangsa, dan laporannya: “Learning: The Treasure Within” (1996), mengemukakan tujuh macaam ketegangan yang akan terjadi serta menjadi ciri dan tantangan pendidikan abad 21, sebagai berikut: 1) Ketegangan antara global dengan lokal: Orang-orang perlu menjadi warga negara dunia tanpa tercabutnya akar budaya mereka. 2) Ketegangan antara universal dengan individual: Kebudayaan pasti menjadi bersifat global, tetapi hanya bersifat sebagian-sebagian. 3) Ketegangan antara tradisi dengan kemoderenan: Yang merupakan bagian dari masalah yang sama seperti bagaimana tradisi dapat menyesuaikan diri pada perubahan tanpa harus kembali ke masa lampau. 4) Ketegangan antara perubahan-perubahan jangka panjang dengan jangka pendek: Hal ini selalu ada, tetapi dewasa ini hal tersebut didukung oleh keperkaraan dari kesementaraan dan kesesaatan, dalam sebuah dunia yang sangat dilimpahi oleh informasi yang singkat sebentar dan emosi-emosi terus-menerus tertuju pada masalah-masalah yang memerlukan pemecahan segera. 4) Ketegangan antara perlunya kompetisi dengan kesamaan kesempatan. 5) Ketegangan antara perluasan pengetahuan yang berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk mencernakannya. 6) Akhirnya, faktor abadi lainnya adalah ketegangan antara spiritual dengan material.[1]
Visi Dalam Menghadapi abad 21
Adapun visi tersebut menurut Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk abad 21 UNESCO adalah sebagai berikut:
Dari Masyarakat Lokal Menuju Kepada Sebuah Masyarakat Dunia. Yaitu: 1) Saling ketergantungan di dunia dan globalisasi merupakan kekuatan-kekuatan dalam kehidupan dewasa ini. 2) Bahaya utama adalah bahwa sebuah jurang terbuka timbul antara sekelompok minoritas orang yang berhasil menemukan tantangan dunia baru dengan mayoritas orang yang berada di dalam kekuasaan-kekuasaan perisstiwa yang sekarang. 3) Kita harus terbimbing oleh tujuan yang bercita-cita mengedalikan dunia yang terarah.
Dari Kohesi Sosial Menuju Partisipasi Demokrasi. Yaitu: 1) Kebijakan pendidikan harus cukup beraneka ragam dan harus dirancang bukan untuk mendorong eklusi sosial atau pengasingan sosial. 2) Sosial individu-individu haruslah tidak bertentangan dengan perkembangan pribadi. 3) Pendidikan tidak dapat dengan sendirinya memecahkan masalah-masalah yang timbul karena pemutusan (apabila terjadi) hubungan-hubungan sosial. 4) Sekolah tidak dapat berhasil dalam tugas tersebut apabila tidak berusaha memberikan kemajuan-kemajuan dan persatuan kelompok-kelompok minoritas. 5) Demokrasi mucul secara progresif, menunjukkan bentuk-bentuk dan berkembang melalui tahap-tahap yang sesuai dengan situasi dari setiap negara. 6) Partisipasi demokrasi merupakan suatu yang berkenaan dengan kewarganegaraan yang baik. 7) Peranan pendidikan menyediakan latar belakang kultur bagi anak-anak dan orang-orang dewasa.
Ciri-ciri pendidikan masa depan adalah sebagai berikut: 1) Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap peserta didik. 2) Keseimbangan beragam kecerdasan (intelektual, emosional, sosial, spritual, kinestetis, dst) 3) Mengajarkan life skills. 4) Sistem penilaiannya berbasis portofolio dari hasil karya siswa. 5) Berbasis kehidupan nyata dan praktik di lapangan. 6) Guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar peserta didik mengembangkan minatnya masing-masing. 7) Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan perkembangan psikologis anak masing-masing.[2]
Perkembangan ilmu dan teknologi informasi menuntut hadirnya perubahan pendidikan yang berorientasi pada pasar dan kebutuhan hidup masyarakat. Sayling Wen dalam bukunya “future of education” menyebutkan beberapa pergeseran paradigma pendidikan, antara lain: 1) Pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan bergeser menjadi pengembangan ke segala potensi yang seimbang. 2) Dari keseragaman pembelajaran bersama yang sentralistik  menjadi keberagaman yang terdesentralisasi dan terindividulisasikan. Hal ini seiring dengan berkembangnya  teknologi informasi dimana informasi dapat diakses secara mudah melalui brbagai macam media pembelajaran secara mandiri, misalnya: internet, multimedia pembelajaran, dsb.  3) Pembelajaran dengan model penjenjangan yang terbatas menjadi pembelajaran seumur hidup. Belajar tidak hanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, namun belajar dapat dilakukan sepanjang hayat, yang tidak terbatas pada tempat, usia, waktu, dan fasilitas. 4) Dari pengakuan gelar kearah pengakuan kekuatan-kekuatan nyata (profesionalisme). 5) Pembelajaran yang berbasis pada pencapaian target kurikulum bergeser menjadi pembelajaran yang berbasis pada kompetensi dan produksi. Pencapaian target kurikulum bukan satu-satunya indikator keberhasilan proses pendidikan, keberhasil pendidikan hendaknya di lihat dari konteks, input, proses, output dan outcomes, sehingga keberhasilan pendidikan dapat dimaknai secara komprehensif. 6) Pendidikan sebagai investasi manusia dengan high cost, yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas, khususnya pendidikan tinggi.[3]
Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan  pendidikan, antara lain: 1) Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada karakteristik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. 2) Peran pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya masyarakat. 3) Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing. 4) Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan. 5) Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah mapun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri. 6) Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup. 7) Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan internet, multi media  pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb).[4]

Penutup
            Pendidikan tantangan masa depan merupakan suatu pendidikan yang dapat menjadikan pendidikan yang berada di Indonesia dapat memiliki pendidikan yang berkualitas dan bisa menjadi suatu pendidikan di tingkat Internasional. Itu dapat terjadi apabila masyarakat Indonesia sendiri bisa mengendalikan dengan baik dan juga jangan sampai terjerumus dalam suatu kaum yang hanya memikirkan kepentingan individualisme sendiri bukan untuk kepentingan Indonesia.

Daftar Pustaka
Ekosusilo, Madyo. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Afthar Publishing, 1985.
Maunah, Binti. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Teras, 2009.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Syafril. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana, 2017.



[1] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003),  hlm. 511-514.
[2]Ibid., hlm. 168.
[3]Syafril, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Kencana, 2017), hlm. 145.
[4]Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 177.

Komentar