Pendidikan Masa Depan
PENDIDIKAN
MASA DEPAN
FERDIAN HIDAYAT
Institut Agama Islam Negri Madura
Pos-el : ferdianhidayatt111@gmail.com
Abstrak:
Paradigma
baru pembelajaran kita pahami bersama, banyak pandangan yang memberikan arah
baru terhadap proses dan dimensi-dimensi pendidikan yang semakin
mendorong terjadinya perubahan konsep dan cara pandang terhadap
eksistensi pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir
didalam memahami lebih dalam persoalan persoalan pembelajaran. Dengan mengkaji
paradigma alternatif pembelajaran ini para pendidik atau calon pendidik
diharapkan dapat memandang suatu masalah, mengambil tindakan/keputusan yang
terkait dengan pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi
peserta didik sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran.
Kata Kunci: Paradigma
Baru dan Pendidikan masa depan
Abstract:
We understand the new learning paradigm together,
there are many views that give new directions to the processes and dimensions
of education that increasingly encourage changes in concepts and perspectives
on the existence of learning so that they can be used as a framework for
understanding more problems in learning problems. By studying the alternative
paradigm of learning, educators or prospective educators are expected to be
able to see a problem, take actions / decisions related to learning wisely so
that efforts to develop the potential of students as an estuary of all learning
activities.
Pendahuluan
Masa depan bangsa terletak dalam
tangan generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari tergantung pada pendidikan
yang dicapai anak-anak sekarang. Melalui pendidikan baik yang bersifat formal
ataupun non formal anak didik akan mengalami suatu proses perubahan dalam
dirinya baik dalam pengetahuan ataupun dalam kelakuan.
Pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Pendidikan
sendiri ialah suatu usaha untuk membantu peserta didik dalam usaha
mengembangkan dan menitikberatkan pada kemampuan pengetahuan, kecakapan nilai
sikap serta pola tingkah laku yang berguna bagi hidupnya. Adapun tujuan dari
pendidikan dalam sekolah yaitu menghasilkan siswa-siswa yang bermutu dan
berprestasi.
Pembahasan
Tantangan-tantangan
dalam abad 21
Jacques Delors selaku Ketua Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk
Abad 21 dari Persekutuan Bangsa-Bangsa, dan laporannya: “Learning: The
Treasure Within” (1996), mengemukakan tujuh macaam ketegangan yang akan
terjadi serta menjadi ciri dan tantangan pendidikan abad 21, sebagai berikut: 1) Ketegangan
antara global dengan lokal: Orang-orang perlu menjadi warga negara dunia
tanpa tercabutnya akar budaya mereka. 2) Ketegangan
antara universal dengan individual: Kebudayaan pasti menjadi
bersifat global, tetapi hanya bersifat sebagian-sebagian. 3) Ketegangan antara tradisi dengan kemoderenan: Yang
merupakan bagian dari masalah yang sama seperti bagaimana tradisi dapat
menyesuaikan diri pada perubahan tanpa harus kembali ke masa lampau. 4) Ketegangan antara perubahan-perubahan jangka panjang dengan
jangka pendek: Hal ini selalu ada, tetapi dewasa ini hal tersebut
didukung oleh keperkaraan dari kesementaraan dan kesesaatan, dalam sebuah dunia
yang sangat dilimpahi oleh informasi yang singkat sebentar dan emosi-emosi
terus-menerus tertuju pada masalah-masalah yang memerlukan pemecahan segera. 4) Ketegangan
antara perlunya kompetisi dengan kesamaan kesempatan. 5) Ketegangan antara perluasan pengetahuan yang
berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk mencernakannya. 6) Akhirnya, faktor abadi lainnya adalah ketegangan antara spiritual
dengan material.[1]
Visi Dalam
Menghadapi abad 21
Adapun visi tersebut menurut Komisi Internasional tentang
Pendidikan untuk abad 21 UNESCO adalah sebagai berikut:
Dari Masyarakat Lokal Menuju Kepada Sebuah Masyarakat Dunia. Yaitu: 1) Saling ketergantungan di dunia dan globalisasi merupakan
kekuatan-kekuatan dalam kehidupan dewasa ini. 2) Bahaya utama adalah bahwa sebuah jurang terbuka timbul
antara sekelompok minoritas orang yang berhasil menemukan tantangan dunia baru
dengan mayoritas orang yang berada di dalam kekuasaan-kekuasaan perisstiwa yang
sekarang. 3) Kita
harus terbimbing oleh tujuan yang bercita-cita mengedalikan dunia yang terarah.
Dari Kohesi Sosial Menuju Partisipasi Demokrasi. Yaitu: 1) Kebijakan pendidikan harus cukup beraneka ragam dan harus dirancang bukan
untuk mendorong eklusi sosial atau pengasingan sosial. 2) Sosial
individu-individu haruslah tidak bertentangan dengan perkembangan pribadi. 3) Pendidikan tidak dapat dengan sendirinya memecahkan
masalah-masalah yang timbul karena pemutusan (apabila terjadi)
hubungan-hubungan sosial.
4) Sekolah
tidak dapat berhasil dalam tugas tersebut apabila tidak berusaha memberikan
kemajuan-kemajuan dan persatuan kelompok-kelompok minoritas. 5) Demokrasi mucul secara progresif, menunjukkan
bentuk-bentuk dan berkembang melalui tahap-tahap yang sesuai dengan situasi
dari setiap negara. 6) Partisipasi
demokrasi merupakan suatu yang berkenaan dengan kewarganegaraan yang baik. 7) Peranan pendidikan menyediakan latar belakang kultur bagi
anak-anak dan orang-orang dewasa.
Ciri-ciri
pendidikan masa depan adalah sebagai
berikut: 1) Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap peserta didik. 2) Keseimbangan
beragam kecerdasan (intelektual, emosional, sosial, spritual, kinestetis, dst) 3)
Mengajarkan life skills. 4) Sistem penilaiannya berbasis portofolio dari
hasil karya siswa. 5) Berbasis kehidupan nyata dan praktik di lapangan. 6) Guru
lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar peserta didik
mengembangkan minatnya masing-masing. 7) Pembelajaran didasarkan pada
kemampuan, cara/gaya belajar, dan perkembangan psikologis anak masing-masing.[2]
Perkembangan
ilmu dan teknologi informasi menuntut hadirnya perubahan pendidikan yang
berorientasi pada pasar dan kebutuhan hidup masyarakat. Sayling Wen dalam
bukunya “future of education” menyebutkan beberapa pergeseran paradigma
pendidikan, antara lain: 1) Pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan
bergeser menjadi pengembangan ke segala potensi yang seimbang. 2) Dari
keseragaman pembelajaran bersama yang sentralistik menjadi keberagaman yang terdesentralisasi
dan terindividulisasikan. Hal ini seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dimana informasi dapat
diakses secara mudah melalui brbagai macam media pembelajaran secara mandiri,
misalnya: internet, multimedia pembelajaran, dsb. 3) Pembelajaran dengan model penjenjangan yang
terbatas menjadi pembelajaran seumur hidup. Belajar tidak hanya terbatas pada
jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, namun belajar dapat dilakukan
sepanjang hayat, yang tidak terbatas pada tempat, usia, waktu, dan fasilitas. 4)
Dari pengakuan gelar kearah pengakuan kekuatan-kekuatan nyata
(profesionalisme). 5) Pembelajaran yang berbasis pada pencapaian target
kurikulum bergeser menjadi pembelajaran yang berbasis pada kompetensi dan
produksi. Pencapaian target kurikulum bukan satu-satunya indikator keberhasilan
proses pendidikan, keberhasil pendidikan hendaknya di lihat dari konteks,
input, proses, output dan outcomes, sehingga keberhasilan
pendidikan dapat dimaknai secara komprehensif. 6) Pendidikan sebagai investasi
manusia dengan high cost, yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat
menengah ke atas, khususnya pendidikan tinggi.[3]
Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi
pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang
unggul, diperlukan strategi pengembangan
pendidikan, antara lain: 1) Mengedepankan model perencanaan pendidikan
(partisipatif) yang berdasarkan pada karakteristik masyarakat. Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi.
2) Peran pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan
pemberdaya masyarakat. 3) Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan
diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders,
kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing. 4) Pemanfaatan sumber luar (out
sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada,
lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan,
perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan. 5) Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan
berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah mapun non pemerintah, bahkan baik
dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri. 6) Menciptakan
soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar,
sebagai masyarakat belajar seumur hidup. 7) Pemanfaatan teknologi informasi,
yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun
jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses
informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan
internet, multi media pembelajaran, sistem
informasi terpadu, dsb).[4]
Penutup
Pendidikan
tantangan masa depan merupakan suatu pendidikan yang dapat menjadikan pendidikan
yang berada di Indonesia dapat memiliki pendidikan yang berkualitas dan bisa
menjadi suatu pendidikan di tingkat Internasional. Itu dapat terjadi apabila masyarakat
Indonesia sendiri bisa mengendalikan dengan baik dan juga jangan sampai
terjerumus dalam suatu kaum yang hanya memikirkan kepentingan individualisme
sendiri bukan untuk kepentingan Indonesia.
Daftar Pustaka
Ekosusilo, Madyo. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Afthar Publishing, 1985.
Maunah, Binti. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Teras,
2009.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Syafril. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok:
Kencana, 2017.
Komentar
Posting Komentar